Minggu, 01 Mei 2016

Kidteung


Hari itu… 
Mungkin bisa disebut hari hidup yang sesungguhnya,
Ya.. Karna dari hari itu, aku benar-benar merasa hidup.

Pertama kali kedatangannya, sama sekali gaada keinginan buat kenalan, karna pandangan pertama udah tertarik sama temennya yang manis dan unyu.
Hari pertama bekerjanya, dia memperkenalkan diri paling pertama, “Bagus” nama singkat penuh arti yang aku dengar kala itu. Pandanganku berpindah ketika teman disebelahnya menyebutkan nama “Enggar, biasa dipanggil Eng” Aku tersenyum, Oh namanya Eng. Ya cowok manis itu namanya Eng, senyumnya paling manis diantara keempat teman cowoknya. Dari segi face, Eng dan Bagus lebih eye-catching ketimbang yang lain.
Masih ingat, pasien pertama Bagus dan Eng, keduanya mempunyai cerita lucu yang berbeda.  Pertama, ketika menerima pasien pertamanya, Bagus ternyata salah pasien, harusnya ia pegang bapak-bapak, malah megang nenek-nenek, hampir ngakak detik itu, Cuma pas inget aku lagi pegang pasien akhirnya Cuma bisa senyum simpul saat lewat didepannya.
Kedua, Eng. Ketika menghadapi pasien pertamanya, Ia seperti orang bingung, bolak-balik Cuma ngikutin temen partner kerjanya. Surely, itu bener-bener bikin gigit bibir buat nahan ketawa. Mostly the both, bener-bener moodbooster yang oke yang dikirim Tuhan buat aku.
Hampir setiap hari, semenjak kedatangan rombongan mereka aku selalu stay di ruang istirahat, sesudah atau setelah terapi. Gatau, tapi kebersamaan yang mereka perlihatkan membuatku merasa nyaman meskipun hanya melihat mereka bertujuh seperti itu. Contohnya, makan. Ketika brefing selesai, ketujuh anak itu (lima cowok, dua cewek) pasti akan berkumpul di ruang istirahat membentuk sebuah lingkaran kecil, makan dengan lauk sederhana yang harus sama semua, harus ada krupuk, dan teh hangat. Luar biasa, salut. Dan mereka selalu berada disampingku, dengan ujung tombak Bagus yang selalu makan didekatku. Setelah kegiatan sarapan bersama selesai, urutan kebiasaan yang sudah pasti kami lakukan adalah istirahat sambil menunggu pasien datang. Dengan posisi yang seperti itu, Aku yang biasanya selalu sendirian karna memang the one and only free girl, akhirnya terbiasa dengan Bagus dan Eng di sekitarku, bahkan jika semua itu terjadi rutin hampir setiap hari. Ruang istirahat yang sempit secara tidak langsung memaksa kami yang lelah untuk tidur disana, bersempi-sempitan, bahkan jarak antara laki-laki dan perempuan bahkan bisa dibilang tidak ada. Dan yaa. Setiap hari, itulah kegiatan yang terjadi secara berulang dan teratur. Menikmati hari-hari selalu bersama Bagus dan Eng, semenjak kedatangan mereka. Rasanya, Tuhan benar-benar mengirimkan mood booster pada ku, kedua cowok itu benar-benar sosok yang menyenangkan. Mungkin bisa dibilang 2 banding 100, langka.

Suatu hari, ada suatu keinginan ingin mengerjakan pasien bersama dua cowok itu, mereka yang menyenangkan. Dan entahlah, apa yang Tuhan dengar dari bisikan hati kecilku saat itu, dua hari berturut, Aku benar-benar hanya mendapatkan pasien dengan Eng dan Bagus sebagai partner. Rasanyaaa.. entahlah, tidak bisa dideskripsikan, yang pasti, senang mendominasi kala itu.
Tidak hanya sepanjang 10jam di outlet bersama kedua orang itu, semenjak kedatangan mereka rasanya aku benar-benar punya teman, teman yang benar-benar membuat mood baik terus berkloning. Hampir setiap malam, yang biasanya hanya kuhabiskan didalam kamar, berperang dengan bantal dan ponsel karna belum mengantuk, kala itu berubah. Aku selalu berkunjung ke mess cowok, karna mereka setiap malam selalu berdendang ria bersama disana, diiringi petikan gitar yang dilantunkan Eng, seorang musisi yang terjebak di pekerjaan ini. Hari-hari yang benar-benar menyenangkan menurutku.

Nyaman itu menjadi biasa dan terbiasa kemudian. Sampai akhirnya sampai dititik dimana harus ada pembagian karyawan di outlet lama dan cabang baru, entah kenapa aku tidak berdoa untuk memiliki kedua orang itu bersamaku. Yang kudoakan hanya, aku ingin terus melihat semangat ceria dan senyum bahagia kedua lelaki itu, Tuhan. Dan siapa sangka, ketika hari itu datang, aku merasakan nama kedua lelaki itu mengikuti namaku, kita akhirnya dipertemukan lagi dalam satu outlet baru, dimana disana kita harus tidur satu atap, itu artinya aku akan melihat keduanya 24 jam dalam hidupku.

Hari pertama di outlet baru, 
yang aku tau hanya aku dibekali dua lelaki itu, yang semangatnya sangat bagus, yang senyumnya benar-benar membuatku lupa akan keputusasaan.
Hari-hari berjalan, segala hal sulit dalam pembangunan sesuatu hal yang baru membuatku merasa bahwa itu semua tidak berat. Entah kenapa. Padahal semua itu sangat berat, bahkan beberapa teman menyerah ditengah jalan, tapi tidak dengan kedua cowok itu dan semangatnya. Teguran-tegurannya, sangat mencharge diri dari kelalaian.

Hari berjalan sekitar 2 bulan pertama, 
masa-masa sulit hampir berakhir. Selama disini, aku lebih mengenal teman mereka, Hasim. Dia seseorang yang sejak dulu diam, tidak banyak bicara dan berguyon semenjak kedatangannya. Yaaa mungkin efek usia yang terlampau jauh dari rekannya, membuatnya harus menjaga image diri agar terlihat dewasa. Moodbooster ku bertambah, selain Bagus dan Eng, kini aku punya Hasim. Seorang yang rajin seperti yang lain, seorang yang candanya menyenang.
Hidup di ruko empat lantai itu sebenarnya melelahkan, apalagi sambil memikirkan kelangsungan hidup outlet ini, semuanya sangat melelahkan. Yang aku punya hanya 3 orang itu, bekal Tuhan, yang dikirimkan Tuhan untukku.
Tapi ternyata sang waktu tidak pernah bercanda dengan omongannya,

Hari itu tiba, 
Hari rollingan itu tiba. 
Hari dimana harus ada beberapa orang dari outlet lama dan baru yang harus bertukar posisi, tujuannya supaya menimbulkan persamaan saja. Dan kali itu, untuk pertama kalinya aku kehilangan Hasim, sosok yang sudah aku anggap sebagai orangtua disini, sosok yang selalu mendengar semua keluh kesahku, sosok yang selalu memberikan petuah juga guyonan yang membuatku lupa akan semua masalah yang aku alami. Sosok yang menyenangkan, benar-benar seperti sosok orangtua yang mengayomi. Rasanya berat sekali, meskipun itu harus, namun dengan berat hati aku melakukannya.
Hampir setiap minggu, Hasim selalu berkunjung kesini. Sekedar berkunjung untuk bertemu teman-teman yang menurutnya asyik, bahkan setiap kegiatan pasti dilakukannya disini. Hari-hari itu berlanjut, meskipun berat, aku masih harus berusaha kuat, kita hanya dipisahkan jarak sejauh -+ 2km saja, tidak jauh malah, kita masih bisa bertemu setiap kali ada event bersama, Cuma… ada yang kurang, ada yang hilang. Hilang. Biasanya Hasim selalu memasak lauk dengan rasa tidak pedas setiap pagi, lauk itu meslkipun terasa hambar karna kurang cabai, tapi itu sekarang tidak ada. Hasim selalu bersemedi di ruang vip lantai satu untuk bermain internet sampai subuh, sekarang sudah tidak ada lagi. 
Aku merindukannya.

Kini, aku hanya punya Bagus dan Eng. Rollingan kedepan mengancam keberadaan Bagus disini, hah. Akankah aku bisa mengikhlaskannya? Mengingat mengikhlaskan Hasim saja susahnya luar biasa, apalagi Bagus yang kenalnya lebih lama, begitu pula Eng.

Hari-hari menjelang rollingan Bagus, 
semuanya gelap. Bahkan aku tidak ingin membuat kenangan yang membekas, cukup Hasim kemarin dan tidak akan lagi. Tekanku dalam hati.
Sampailah pada suatu pagi di hari Jumat, hari dimana Bagus harus berpindah, dan tidak akan lagi kudengar suara ocehannya ketika piket di outlet amburadul, tidak akan lagi kudengar suara lantunan Sholawat Habib Syech dari ponselnya, tidak akan lagi kudengar derap kaki besarnya yang setiap Ia berjalan akan terdengar bahkan dari berapa lapisan lantai sekalipun. Dan tidak akan adalagi yang mengangkat telfonku dengan guyonan sholawat hangat. Haaah,

Hari-hari pertama yang menakutkan itu kembali, 
setelah lupa dengan ketakutan ketika Hasim pergi, kini kembali. Bayangan Bagus yang berkeliaran dari lantai 1 sampai lantai 4 pun menyelimuti mata. Semuanya, ruang istirahat yang kosong ketika malam hari, audio yang musiknya tak seadem dulu, semuanya. Aku akan berusaha sekuat tenaga agar ketakutan ini menghilang. Aku tinggal punya Eng, seorang yang lebih dari sekedar menyenangkan.
Sekitar satu bulan, bayangan tentang Bagus masih terus bergerayangan di pelupuk mata. Susah sekali, mengingat semua tentangnya dan aktifitasnya disini membuat semuanya sangat susah dilepaskan.

Dua bulan setelah rollingan Bagus, 
kini Eng juga Fatkur harus menyusul. Oh Tuhan, aku tidak pernah sesayang ini kepada teman, apalagi laki-laki, tapi kenapa aku menyayangi mereka berempat sedalam ini, tidur dibawah atap yang sama, bertemu dan berinteraksi 24 jam selama sekian lama, membuatku merasakan mempunyai sosok kakak dan sodara laki-laki yang sejak dulu aku idamkan, sosok saudara laki-laki yang menyenangkan guyonannya, yang kaya akan petuah, yang selalu ada.

Hari-hari hanya dengan Eng dan Fatkur, 
rasanya sudah sangat berat jika harus melepas keduanya. Keempat laki-laki itu, yang sudah bersamaku sejak pertama kali menginjakkan kaki disini, ditempat baru. Bersamaku berjuang berjalan kaki kesana kemari, bersamaku tertawa dan menangis bersama.
Ketika hari hari itu semakin mendekat, pertanyaan yang sama selalu diulang setiap hari selama dua minggu terakhir oleh Eng. Sudah siapkah aku? Sudah siapkah aku tinggal disini tanpa mereka? Siapkah? Dengan jawaban yang selalu sama setiap pertanyaan itu dilontarkan, Tidak. Aku tidak akan siap. Setiap hari yang semakin mendekat, Eng hanya berusaha menguatkan bahwa Aku tidak akan apa-apa tanpa mereka, Yakinlah, ucapnya. Dari jauh, Hasim meyakinkan bahwa suatu saat pasti ada saatnya kita bersama lagi. Tuhan, yang aku tau aku seperti kehilangan saudara kandung, rasa ini sama ketika aku memutuskan bekerja di luar kota yang jauh ini, aku merindukan adik kandungku. Bedanya, suatu saat aku pasti akan bertemu adik kandungku itu, tapi entah mungkin atau tidak aku bisa bertemu mereka lagi, Hasim Bagus Eng Fatkur, mereka biasa menyebut diri mereka “Gank Micin”

Hari itu tiba..
Malam itu rasanya aku ingin menahan mereka untuk bercengkerama terakhir denganku, yakinlah rasanya sangat berat, sangat sulit. Ketika perpindahannya, aku hanya terus mengalihkan perhatian jika mereka mulai membahas bahwa aku akan baik-baik saja, aku terus berkata pada diriku sendiri bahwa aku tidak apa-apa.
Hari-hari setelah tidak lagi tersisa moodbooster yang dikirim Tuhan untukku, 
aku hanya menghabiskan waktuku didepan laptop seperti ini. Mengecek facebook, berjalan-jalan ke Youtube, mengotak-atik Blog, semuanya sangat membosankan. Tidak ada lagi yang seasyik dulu, bahkan aku sudah lupa kapan terakhir kali aku tertawa lepas, bahkan aku tidak tau kapan aku bisa tertawa lepas dan tidak tertutupi kebohongan seperti sekarang ini.

Kini hanya tinggal aku sendiri, yaaa..
Aku kembali, aku seorang diri.
Mungkin catatan-catatan yang kutulis seperti ini suatu saat akan membuatku merindukan mereka lagi.
My squad team, Eng, Hasim, Bagus, Fatkur.
Will keeping life in my memories.




Neuay. Beuak. Kidteung.
Risa Orchid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar